21 November 2011, hari Minggu, 13:00.
Prinsengrach menuju Dam Square,
menyusuri kanal tanpa suara, sepasang sepatu menjejak jalan. perempatan jalan, mata sabar menanti, merah berganti hijau. pasang kaki lainnya, berjalan cepat. seandainya di kota asal, semua bisa mengira sesuatu sedang terjadi. semua berjalan cepat, pandang lurus, bergegas ke tujuan masing-masing. kerah jaket semakin dilekat, ikat syal mengencang, kedua tangan bergesek, uap nafas mencium telapak tangan. Amsterdam siang hari itu,
2 derajat celcius.
2 derajat celcius.
sepandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. tak ada sepenuhnya pintar membaca peta, seorang terjatuh juga. tak tahu arah, hanya berdiri diam di samping gereja. dua kali, bel berdentang. lebih baik bergerak, dari pada mati. beku menusuk. kemana kaki melangkah, tidak dilihat sebuah peta, tidak lagi. harus sebuah perjalanan adalah rencana, tidak juga baik.
berjalan diam. disapa diam. bercerita dalam diam.
bangunan-bangunan. di mana maestro sempat berteduh.
ketika kecil, bagaimana mengeja "blambir".
tiap helai lembaran kisah, dibaca, ungkap kelam masa lalu.
Vincent Van Gogh, brandweer, Anne Frank.
"The best remedy for those who are afraid, lonely or
unhappy is to go outside, somewhere where they can be quiet, alone with
the heavens, nature and God. Because only then does one feel that all is
as it should be."
- Anne Frank
ramai, berkabut, dingin. Dam Square.
ting ting. laju sepeda. ding ding. menyingkir, trem membelah jalan.
ting ting. laju sepeda. ding ding. menyingkir, trem membelah jalan.
di mana kamu teman, ditunggu di sini. bersandar di bangku taman, dari batu, dingin.
gelap, sepenuhnya berkuasa. kabut, melingkupi semua cahaya.
siang sudah dua, jangan tanya malam ini minus berapa.
tak pernah keluar dari sarungnya, tangan semakin membeku,
nafas semakin memburu, semakin berderu.
siang sudah dua, jangan tanya malam ini minus berapa.
tak pernah keluar dari sarungnya, tangan semakin membeku,
nafas semakin memburu, semakin berderu.
"di sana ada banyak bar, atau resto kalau kamu mau kita makan dulu."
"tidak, aku masih kenyang. lagi pula, hanya bir yang ku inginkan saat ini.
kedinginan, tapi ku hanya mau segelas bir dingin. aneh. hahaha."
"kalau begitu, semua di sini memang orang aneh. haha"
kedinginan, tapi ku hanya mau segelas bir dingin. aneh. hahaha."
"kalau begitu, semua di sini memang orang aneh. haha"
"baiklah, ayo kawan! ku tunjukkan salah satu yang terbaik di sini."
"apa itu?"
"jangan lihat labelnya. tanpa label, dunia ini akan lebih aman."
"aku sendiri, di negeri orang. kamu berbuat jahat, pun aku tidak tahu di mana pos polisi terdekat"
"hahaha. tenang, akan aman, justru lebih aman dari yang biasa. aku tahu, tidak baik membawa teman sendiri ke tempat yang tidak aman."
"aku sendiri, di negeri orang. kamu berbuat jahat, pun aku tidak tahu di mana pos polisi terdekat"
"hahaha. tenang, akan aman, justru lebih aman dari yang biasa. aku tahu, tidak baik membawa teman sendiri ke tempat yang tidak aman."
"terima kasih. mari."
hanya dua blok. menghadap kanal tetap.
dari balik jendela. dipeluk hangat, dingin melirik iri di luar.
bukan segelas, dibayar harus 4 gelas.
dua dari Indonesia, 3 dari Belanda.
baru jumpa malam itu, tawa sudah lepas.
"Amsterdam, was a surprise to me..."
Amsterdam - 21 November 2011
(catatan kecil, ditemukan kembali di suatu malam, akhir September 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar